Seperti telah ditunjukkan di awal, semua tanah Palestina, khususnya
Yerusalem, adalah suci untuk orang-orang Yahudi, Nasrani, dan Muslim.
Alasannya adalah karena sebagian besar nabi-nabi Allah yang diutus
untuk memperingatkan manusia menghabiskan sebagian atau seluruh
kehidupannya di tanah ini.
Menurut studi sejarah yang didasarkan atas penggalian arkeologi dan
lembaran-lembaran kitab suci, Nabi Ibrahim, putranya, dan sejumlah
kecil manusia yang mengikutinya pertama kali pindah ke Palestina, yang
dikenal kemudian sebagai Kanaan, pada abad kesembilan belas sebelum
Masehi. Tafsir Al-Qur’an menunjukkan bahwa Ibrahim (Abraham) AS,
diperkirakan tinggal di daerah Palestina yang dikenal saat ini sebagai
Al-Khalil (Hebron), tinggal di sana bersama Nabi Luth (Lot). Al-Qur’an
menyebutkan perpindahan ini sebagai berikut:
Kami berfirman: “Hai api
menjadi dinginlah, dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim”, mereka
hendak berbuat makar terhadap Ibrahim, maka Kami menjadikan mereka itu
orang-orang yang paling merugi. Dan Kami seIamatkan Ibrahim dan Luth ke
sebuah negeri yang Kami telah memberkahinya untuk sekalian manusia.
(Qur’an, 21:69-71)
Daerah ini, yang digambarkan sebagai “tanah yang telah Kami
berkati,” diterangkan dalam berbagai keterangan Al-Qur’an yang mengacu
kepada tanah Palestina.
Sebelum Ibrahim AS, bangsa Kanaan (Palestina) tadinya adalah
penyembah berhala. Ibrahim meyakinkan mereka untuk meninggalkan
kekafirannya dan mengakui satu Tuhan. Menurut sumber-sumber sejarah,
beliau mendirikan rumah untuk istrinya Hajar dan putranya Isma’il
(Ishmael) di Mekah dan sekitarnya, sementara istrinya yang lain Sarah,
dan putra keduanya Ishaq (Isaac) tetap di Kanaan. Seperti itu pulalah,
Al-Qur’an menyebutkan bahwa Nabi Ibrahim mendirikan rumah untuk
beberapa putranya di sekitar Baitul Haram, yang menurut penjelasan
Al-Qur’an bertempat di lembah Mekah.
Ya Tuhan kami, sesungguhnya
aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak
mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang
dihormati, ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan
shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka
dan beri rezkilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka
bersyukur. (Qur’an, 14:37)
Akan tetapi, putra Ishaq Ya’kub (Jacob) pindah ke Mesir selama
putranya Yusuf (Joseph) diberi tugas kenegaraan. (Putra-putra Ya’kub
juga dikenang sebagai “Bani Israil.”) Setelah dibebaskannya Yusuf dari
penjara dan penunjukan dirinya sebagai kepala bendahara Mesir, Bani
Israel hidup dengan damai dan aman di Mesir.
Suatu kali, keadaan mereka berubah setelah berlalunya waktu, dan
Firaun memperlakukan mereka dengan kekejaman yang dahsyat. Allah
menjadikan Musa (Moses) nabi-Nya selama masa itu, dan memerintahkannya
untuk membawa mereka keluar dari Mesir. Ia pergi ke Firaun, memintanya
untuk meninggalkan keyakinan kafirnya dan menyerahkan diri kepada
Allah, dan membebaskan Bani Israil yang disebut juga orang-orang
Israel. Namun Firaun seorang tiran yang kejam dan bengis. Ia
memperbudak Bani Israil, mempekerjakan mereka hingga hampir mati, dan
kemudian memerintahkan dibunuhnya anak-anak lelaki. Meneruskan
kekejamannya, ia memberi tanggapan penuh kebencian kepada Musa. Untuk
mencegah pengikut-pengikutnya, yang sebenarnya adalah tukang-tukang
sihirnya dari mempercayai Musa, ia mengancam memenggal tangan dan
kakinya secara bersilangan.
Menyusul wafatnya Nabi Yusuf (Joseph), Bani Israel mengalami kekejaman tak terperikan di tangan Firaun. |
Meskipun Firaun menolak permintaannya, Musa AS dan kaumnya
meninggalkan Mesir, dengan pertolongan mukjizat Allah, sekitar tahun
1250 SM. Mereka tinggal di Semenanjung Sinai dan timur Kanaan. Dalam
Al-Qur’an, Musa memerintahkan Bani Israil untuk memasuki Kanaan:
Hai kaumku, masuklah ke
tanah suci (Palestina) yang telah ditentukan Allah bagimu, dan
janganlah kamu lari kebelakang (karena takut kepada musuh), maka kamu
menjadi orang-orang yang merugi. (Qur’an, 5:21)
Setelah Musa AS, bangsa Israel tetap berdiam di Kanaan (Palestina).
Menurut ahli sejarah, Daud (David) menjadi raja Israel dan membangun
sebuah kerajaan berpengaruh. Selama pemerintahan putranya Sulaiman
(Solomon), batas-batas Israel diperluas dari Sungai Nil di selatan
hingga sungai Eufrat di negara Siria sekarang di utara. Ini adalah
sebuah masa gemilang bagi kerajaan Israel dalam banyak bidang, terutama
arsitektur. Di Yerusalem, Sulaiman membangun sebuah istana dan biara
yang luar biasa. Setelah wafatnya, Allah mengutus banyak lagi nabi
kepada Bani Israil meskipun dalam banyak hal mereka tidak mendengarkan
mereka dan mengkhianati Allah
.
Ketika orang-orang kafir
menanamkan dalam hati mereka kesombongan (yaitu) kesombongan
jahiliyah lalu Allah menurunkan ketenangan kepada Rasul-Nya, dan kepada
orang-orang mu’min dan Allah mewajibkan kepada mereka kalimat
takwa dan adalah mereka berhak dengan kalimat takwa itu dan patut
memilikinya. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (Qur’an,
48:26)
|
Karena kemerosotan akhlaknya, kerajaan Israel mulai memudar dan
ditempati oleh berbagai orang-orang penyembah berhala, dan bangsa
Israel, yang juga dikenal sebagai Yahudi pada saat itu, diperbudak
kembali. Ketika Palestina dikuasai oleh Kerajaaan Romawi, Nabi ‘Isa
(Jesus) AS datang dan sekali lagi mengajak Bani Israel untuk
meninggalkan kesombongannya, takhayulnya, dan pengkhianatannya, dan
hidup menurut agama Allah. Sangat sedikit orang Yahudi yang
meyakininya; sebagian besar Bani Israel mengingkarinya. Dan, seperti
disebutkan Al-Qur’an, mereka itu yang: “: telah dila’nati orang-orang
kafir dari Bani Israil dengan lisan Daud dan ‘Isa putera Maryam. Yang
demikian itu, disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas.
(Al-Qur’an, 5:78) Setelah berlalunya waktu, Allah mempertemukan
orang-orang Yahudi dengan bangsa Romawi, yang mengusir mereka semua
keluar dari Palestina.
Tujuan penjelasan yang panjang lebar ini adalah untuk menunjukkan
bahwa pendapat dasar Zionis bahwa “Palestina adalah tanah Allah yang
dijanjikan untuk orang-orang Yahudi” tidaklah benar. Pokok permasalahan
ini akan dibahas secara lebih rinci dalam bab tentang Zionisme.
Zionisme menerjemahkan pandangan tentang “orang-orang terpilih” dan
“tanah terjanji” dari sudut pandang kebangsaannya. Menurut pernyataan
ini, setiap orang yang berasal dari Yahudi itu “terpilih” dan memiliki
“tanah terjanji.” Padahal, ras tidak ada nilainya dalam pandangan
Allah, karena yang penting adalah ketakwaan dan keimanan seseorang.
Dalam pandangan Allah, orang-orang terpilih adalah orang-orang yang
tetap mengikuti agama Ibrahim, tanpa memandang rasnya.
Al-Qur’an juga menekankan kenyataan ini. Allah menyatakan bahwa
warisan Ibrahim bukanlah orang-orang Yahudi yang bangga sebagai
“anak-anak Ibrahim,” melainkan orang-orang Islam yang hidup menurut
agama ini:
Sesungguhnya orang yang
paling dekat kepada Ibrahim ialah orang-orang yang mengikutinya dan
Nabi ini (Muhammad), beserta orang-orang yang beriman (kepada
Muhammad), dan Allah adalah Pelindung semua orang-orang yang beriman.
(Qur’an, 3:68)
THE MUSLIM OBSERVER, September 2001
|
W. REPORT, Juli 96
Sementara umat Yahudi yang menentang Zionisme secara terbuka menentang
pemerintah Israel, Yahudi fanatik berpandangan: “Tanah Terjanji adalah
untuk Orang Terpilih. Selamanya. Kekal. Abadi.” Di sampul luar
Washington Report on Middle East Affairs, Yahudi fanatik digambarkan
membawa spanduk dengan semboyan ini. Karena pandangan keliru seperti
ini, mereka bertindak kejam atas tahanan penduduk Palestina Kristen
maupun Islam.
PERHATIAN:- Jika anda rasa kandungan ini patut disebarkan ke laman facebook dan twitter anda,sila klik butang kongsi di bawah ini.
Tweet
ShareTweet
TERIMA KASIH KERANA KONGSI KANDUNGAN INI DENGAN RAKAN ANDA..
No comments :
Post a Comment