Kisah Salman Al Farisii Mencari Kebenaran | KHALIFAH

About

penaja 1

22 October 2013

Kisah Salman Al Farisii Mencari Kebenaran

Salman al-Farisi pada awal hidupnya adalah seorang bangsawan dari
Persia yang menganut agama Majusi. Namun dia tidak merasa nyaman
dengan agamanya. Pergolakan batin itulah yang mendorongnya untuk
mencari agama yang dapat menentramkan hatinya.

Kisah Salman diceritakan langsung kepada seorang sahabat dan keluarga
dekat Nabi Muhammad bernama Abdullah bin Abbas:

Salman dilahirkan dengan nama Persia, Rouzbeh, di kota Kazerun, Fars,
Iran. Ayahnya adalah seorang Dihqan (kepala) desa. Dia adalah orang
terkaya di sana dan memiliki rumah terbesar.

Ayahnya menyayangi dia, melebihi siapa pun. Seiring waktu berlalu,
cintanya kepada Salman semakin kuat dan membuatnya semakin takut
kehilangan Salman. Ayahnya pun menjaga dia di rumah, seperti penjara.

Ayah Salman memiliki sebuah kebun yang luas, yang menghasilkan pasokan
hasil panen berlimpah. Suatu ketika ayahnya meminta dia mengerjakan
sejumlah tugas di tanahnya. Tugas dari ayahnya itulah yang menjadi
awal pencarian kebenaran.

"Ayahku memiliki areal tanah subur yang luas. Suatu hari, ketika dia
sibuk dengan pekerjaannya, dia menyuruhku untuk pergi ke tanah itu dan
memenuhi beberapa tugas yang dia inginkan. Dalam perjalanan ke tanah
tersebut, saya melewati gereja Nasrani. Saya mendengarkan suara
orang-orang shalat di dalamnya. Saya tidak mengetahui bagaimana
orang-orang di luar hidup, karena ayahku membatasiku di dalam
rumahnya! Maka ketika saya melewati orang-orang itu (di gereja) dan
mendengarkan suara mereka, saya masuk ke dalam untuk melihat apa yang
mereka lakukan."

"Ketika saya melihat mereka, saya menyukai salat mereka dan menjadi
tertarik terhadapnya (yakni agama). Saya berkata (kepada diriku),
'Sungguh, agama ini lebih baik daripada agama kami'".

Salman memiliki pemikiran yang terbuka, bebas dari taklid buta. "Saya
tidak meninggalkan mereka sampai matahari terbenam. Saya tidak pergi
ke tanah ayahku."

Dan ketika pulang, ayahnya bertanya. Salman pun menceritakan bertemu
dengan orang-orang Nasrani dan mengaku tertarik. Ayahnya terkejut dan
berkata: "Anakku, tidak ada kebaikan dalam agama itu. Agamamu dan
agama nenek moyangmu lebih baik."

"Tidak, agama itu lebih baik dari milik kita," tegas Salman.

Ayah Salman pun bersedih dan takut Salman akan meninggalkan agamanya.
Jadi dia mengunci Salman di rumah dan merantai kakinya.

Salman tak kehabisan akan dan mengirimkan sebuah pesan kepada penganut
Nasrani, meminta mereka mengabarkan jika ada kafilah pedagang yang
pergi ke Suriah. Setelah informasi didapat, Salman pun membuka rantai
dan kabur untuk bergabung dengan rombongan kafilah.

Ketika tiba di Suriah, dia meminta dikenalkan dengan seorang pendeta
di gereja. Dia berkata: "Saya ingin menjadi seorang Nasrani dan
memberikan diri saya untuk melayani, belajar dari anda, dan salat
dengan anda."

Sang pendeta menyetujui dan Salman pun masuk ke dalam gereja. Namun
tak lama kemudian, Salman menemukan kenyataan bahwa sang pendeta
adalah seorang yang korup. Dia memerintahkan para jemaah untuk
bersedekah, namun ternyata hasil sedekah itu ditimbunnya untuk
memperkaya diri sendiri.

Ketika pendeta itu meninggal dunia dan umat Nasrani berkumpul untuk
menguburkannya, Salman mengatakan bahwa pendeta itu korup dan
menunjukkan bukti-bukti timbunan emas dan perak pada tujuh guci yang
dikumpulkan dari sedekah para jemaah.

Setelah pendeta itu wafat, Salman pun pergi untuk mencari orang saleh
lainnya, di Mosul, Nisibis, dan tempat lainnya.

Pendeta yang terakhir berkata kepadanya bahwa telah datang seorang
nabi di tanah Arab, yang memiliki kejujuran, yang tidak memakan
sedekah untuk dirinya sendiri.

Salman pun pergi ke Arab mengikuti para pedagang dari Bani Kalb,
dengan memberikan uang yang dimilikinya. Para pedagang itu setuju
untuk membawa Salman. Namun ketika mereka tiba di Wadi al-Qura (tempat
antara Suriah dan Madinah), para pedagang itu mengingkari janji dan
menjadikan Salman seorang seorang budak, lalu menjual dia kepada
seorang Yahudi.

Singkat cerita, akhirnya Salman dapat sampai ke Yatsrib (Madinah) dan
bertemu dengan rombongan yang baru hijrah dari Makkah. Salman
dibebaskan dengan uang tebusan yang dikumpulkan oleh Rasulullah SAW
dan selanjutnya mendapat bimbingan langsung dari beliau.

Betapa gembira hatinya, kenyataan yang diterimanya jauh melebihi apa
yang dicita-citakannya, dari sekadar ingin bertemu dan berguru menjadi
anugerah pengakuan sebagai muslimin di tengah-tengah kaum Muhajirin
dan kaum Anshar yang disatukan sebagai saudara.

Kisah kepahlawanan Salman yang terkenal adalah karena idenya membuat
parit dalam upaya melindungi kota Madinah dalam Perang Khandaq. Ketika
itu Madinah akan diserang pasukan Quraisy yang mendapat dukungan dari
suku-suku Arab lainnya yang berjumlah 10.000 personel. Pemimpin
pasukan itu adalah Abu Sufyan. Ancaman juga datang dari dalam Madinah,
di mana penganut Yahudi dari Bani Quradhzah akan mengacau dari dalam
kota.

Rasulullah SAW pun meminta masukan dari sahabat-sahabatnya bagaimana
strategi menghadapi mereka. Setelah bermusyawarah akhirnya saran
Salman Al Farisi atau yang biasa dipanggil Abu Abdillah diterima.
Strategi Salman memang belum pernah dikenal oleh bangsa Arab pada
waktu itu. Namun atas ketajaman pertimbangan Rasulullah SAW, saran
tersebut diterima.

Atas saran Salman itulah perang dengan jumlah pasukan yang tak
seimbang dimenangkan kaum Muslimin.

Setelah meninggalnya Nabi Muhammad, Salman dikirim untuk menjadi
gubernur di daerah kelahirannya, hingga dia wafat.

Diolah dari: Wikipedia, The Search for The Truth -by a Man Known as
Salman the Persian karangan Dr Saleh as-Saleh, dan sumber-sumber
lainnya. (jri)

No comments :